Tragedi Bentrok SAD dan PT PHK: Perusahaan Didenda, Ganti Rugi Dituntut

Kasus tragis yang menewaskan seorang anggota Suku Anak Dalam (SAD) akibat bentrok dengan pihak PT Prima Harapan Kerinci (PHK) di Jambi terus bergulir. Terbaru, sebagai bentuk sanksi adat atas insiden memilukan tersebut, PT PHK dilaporkan telah dikenakan denda sebesar Rp 700 juta. Tak hanya itu, komunitas SAD Tabir juga mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 100 juta kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.

Insiden bentrok yang terjadi di wilayah operasional PT PHK ini bermula dari permasalahan sengketa lahan dan dugaan pencurian hasil perkebunan. Sayangnya, konflik agraria ini berujung pada kekerasan yang merenggut nyawa salah satu anggota SAD dan melukai beberapa lainnya. Kejadian ini sontak memicu kemarahan dan tuntutan keadilan dari komunitas adat Suku Anak Dalam.

Respons cepat dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi dan pemerintah daerah setempat memfasilitasi mediasi antara pihak SAD dan PT PHK. Hasil dari mediasi tersebut salah satunya adalah kesepakatan denda adat sebesar Rp 700 juta yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada komunitas SAD sebagai bentuk pertanggungjawaban atas jatuhnya korban jiwa. Pembayaran denda ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam meredakan ketegangan dan membangun kembali hubungan yang harmonis.

Namun, tuntutan keadilan dari SAD tidak berhenti pada denda adat. SAD Tabir, sebagai bagian dari komunitas yang berduka, juga mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 100 juta kepada PT PHK. Tuntutan ini kemungkinan besar bertujuan untuk memberikan kompensasi atas kerugian materiel dan immateriel yang dialami keluarga korban serta komunitas SAD secara keseluruhan akibat bentrok tersebut.

Kasus bentrok antara SAD dan PT PHK ini menjadi sorotan tajam terkait isu agraria dan hak-hak masyarakat adat di Indonesia. Konflik antara masyarakat adat dan perusahaan seringkali terjadi akibat tumpang tindih lahan dan kurangnya pengakuan terhadap hak-hak tradisional. Tragedi ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait untuk mengedepankan dialog, musyawarah, dan menghormati hak-hak masyarakat adat dalam setiap aktivitas pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam.